"Merasa gak keren dan gak pantes main sama orang-orang tertentu? You know what? Pada saat kita berfikir seperti itu, begitu juga dengan orang lain. So, jangan biarin pikiran kita yang kayak begini mengintimidasi kehidupan kita. Nggak perlu "naik-naikin" kekurangan dan mengubur kelebihan kamu. Do the opposite! Once you feel confident, you look confident"
Kutipan diatas pernah saya baca di http://www.gogirlmagz.com/. Tapi lupa artikel yang mana hehehe 😁. Waktu membaca artikel itu trus berfikir "kok ini saya banget ya?".
Dari sebanyak-banyaknya sifat atau tabiat atau kebiasaan atau apalah-apalah itu yang ada di dalam diri, merasa gak pede dan gak pantes temenan sama orang-orang tertentu ini saya alami banget. Bukannya sejak dewasa aja perasaan ini saya dapat, bahkan sejak kecil saya sudah minderan. Contohnya waktu sekolah dasar. Teman-teman pada sibuk bermain. Sementara aku, cuma bermain di dalam kelas berdua, bersama teman saya Anggiria yang punya sifat pemalu. Hal ini juga saya alami waktu SMP. Hanya saja di SMP saya mulai membuka diri. Teman-teman saya lebih banyak. Di SMA lebih banyak lagi. Pertumbuhan usia sejalan dengan perubahan rasa minder saya ini.
Tapi, punya banyak teman tidak lantas membuat saya hilang minder. Waktu daftar sekolah SMA, saya bertemu teman SD aku, Anggie (bukan Anggiria tadi ya). Kami bertegur sapa. Tapi saya merasa minder ketika melihat teman-teman Anggie yang dimata saya terlihat keren. Mulaaaaiii minderan lagi. Padahal tidak ada larangan siapapun bergaul dengan siapapun. Tapi kok ya minder gitu.
Memasuki dunia kuliah nih, saya merasa minderan saya mulai hilang. Percaya atau gak ternyata kepercayaan diri saya timbul ketika saya berhasil menjadi seorang penyiar di salah satu radio swasta semasa saya kuliah dulu. Kenapa minder saya bisa berkurang jauh? Ceritanya begini...
Awal saya mulai belajar menjadi penyiar (waktu itu saya masih kuliah), saya dan teman-teman saat itu disarankan untuk mencari nama on-air. Tujuannya adalah supaya kami bisa meninggalkan segala problem yang didapat mulai dari rumah sampai ke studio. Jadi, ketika sudah sampai di studio, secara otomatis kita udah berubah wujud menjadi seorang penyiar tanpa masalah dan siap menghibur pendengar dengan senang hati. Dan nama yang saya pilih adalah Mory. Gak ada artinya siiih.
Uniknya, saya selalu secara spontan berubah menjadi Mory, dan berubah menjadi Sandra. Ketika sampai di studio atau berkumpul dengan teman-teman radio, maka si Mory yang dominan. Sementara ketika bersama keluarga atau teman kampus, maka si Sandra yang dominan. Dan antara Mory sama Sandra ini berbeda jauh. Mory, karakternya lebih ceria, terkesan anak yang pintar dan berwawasan luas (kata beberapa pendengar yaaa hahaha), lebih supel (apalagi setelah menjabat sebagai Program Director harus punya jiwa pemimpin dan ramah). Sementara Sandra, pemalu, gampang bete, dan lebih suka diam ketimbang ngobrol.
Karena terlalu sering siaran ketimbang kuliah, saya merasa Mory lebih menguasai diri ini ketimbang Sandra. Saya jadi lebih ramah, lebih happy, mood lebih terjaga bahkan lebih pede. Dan pergaulan saya jadi lebih luas, gak malu berkenalan dengan orang baru tanpa merasa "gue pantes gak ya temenan sama dia?". Karena saya merasa saya juga gak kalah hebat dari orang-orang. Saya seorang crafter dan penyiar pula yang gak semua orang bisa jadi penyiar radip. Dan alhamdulillah ini efek yang benar-benar saya rasain jadi penyiar yang punya self esteem. Efek bagus kedua, dapat pacar (sekarang suami) yang ngerti saya banget dan gak sungkan buat ngenalin saya dan hasta karya saya ke teman-temannya. Bahkan suami juga yang selalu support kerajinan kreatif saya dengan bilang "ai bangga punya istri kreatif". *blushing*. yiay... Pudarlah sudah rasa minder itu. Yah kalau sekali-kali muncul, paling gak udah gak separah masa SD. Haks